You are currently browsing the tag archive for the ‘ICSID’ tag.

Investasi asing yang bagaimana yang memenuhi persyaratan menurut Pasal 25 Konvensi ICSID dan karenanya harus dilindungi? Dalam PHOENIX v. THE CZECH REPUBLIC (ICSID Case No. ARB/06/5) putusan yang diberikan pada 15 April 2009, tiga anggota majelis yang terdiri dari Brigitte Stern sebagai ketua majelis, Andreas Bucher Juan dan Fernandez-Armesto menolak gugatan Phoenix Action Ltd ( “Phoenix”) melawan Republik Ceko.
Sekedar latar belakang, Phoenix adalah sebuah perusahaan Israel yang membeli dua perusahaan Ceko, Praha Benet ( “BP”) dan Benet Group ( “BG”), pada tahun 2002 meskipun dua perusahaan ini terlibat sengketa – BG dengan sebuah perusahaan swasta , BP dengan Otoritas fiscal Ceko. Republik Ceko mempersoalkan wewenang dari Majelis atas dasar bahwa Phoenix adalah ex post facto entitas pura-pura Israel yang diciptakan oleh seorang warga Ceko agar dapat menetapkan keragaman kebangsaan. Republik Ceko secara khusus meminta Majelis untuk memutuskan apakah entitas asing dapat diciptakan untuk keperluan satu-satunya untuk keragaman kebangsaan, sehingga dapat menjadi dasar untuk mengajukan gugatan di bawah ICSID.
Dalam putusannya, Majelis mengkaji ulang apa yang sering disebut sebagai “Salini test” yang berupaya menentukan apakah terdapat investasi untuk keperluan dari Pasal 25 Konvensi ICSID. Salini test menentukan empat criteria agar suatu investasi memenuhi syarat di bawah Konvensi ICSID, yaitu (a) suatu kontribusi uang atau asset-asset lain yang bernilai ekonomi, (b) suatu jangka waktu tertentu, (c) unsure resiko, dan (d) kontribusi pembangunan bagi negara tuan rumah.
Dalam putusannya, Majelis menentukan enam unsure yang harus dipenuhi agar suatu investasi mendapat manfaat dari Pasal 25 Konvensi ICSID. Artinya agar suatu investasi asing mendapat perlindungan di bawah Konvensi ICSID keenam unsure tersebut harus dipenuhi. Keenam unsure itu adalah:
“1 – kontribusi dalam bentuk uang atau aset lainnya yang bernilai ekonomis;
2 – jangka waktu tertentu;
3 – adanya unsure resiko;
4 – aktivitas-acktivitas harus dilakukan mendorong perbangunan ekonomi dari negara tuan rumah;
5 – asset yang diinvestasikan harus sesuai dengan hukum negara tuan rumah;
6 – investasi harus dilakukan dengan itikad baik.
Jika enam unsure tersebut tidak terpenuhi maka investasi sedemikian tidak mendapatkan manfaat dari perlindungan menurut Pasal 25 Konvensi IDSIC. (Putusan dalam kasus tersebut dapat ditemukan di http://www.icsid.worldbank.org)

Dasar hukum dari arbitrase adalah Perjanjian. Dalam hal arbitrase menurut ICSID, harus ada perjanjian untuk berarbitrase antara Negara tuan rumah dan investor asing. Pasal 25, kalimat pertama, Konvensi ICSID menentukan:

 

The jurisdiction of the Centre shall extend to any legal dispute arising directly out of an investment, between a Contracting State (or any constituent subdivision or agency of a Contracting State designated to the Centre by that State) and a national of another Contracting State, which the parties to the dispute consent in writing to submit to the Centre.

 

Pihak yang memberikan persetujuan haruslah suatu Negara penandatangan Konvensi ICSID (atau subdivisi atau lembaga yang ditunjuk) dan warga dari suatu Negara yang merupakan penandatangan Konvensi ICSID. Sebagai tambahan harus ada sengketa yang timbul secara langsung dari adanya investasi.

Partisipasi dalam konvensi sendiri tidak membawa kewajiban apapun atau bahkan perkiraan yang akan menandakan persetujuan terhadap wewenang dari arbitrase. Suatu Negara penandatangan Konvensi ICSID bebas mengenai apakah ia akan memberikan persetujuan atau tidak dan jika member persetujuan sejauh mana.

 

Menurut Konvensi, persetujuan harus dibuat secara tertulis. Namun tidak ada bentuk khusus dimana persetujuan itu dibuat. Persetujuan secara tertulis secara normal dikomunikasikan antara para pihak namun tidak ada kewajiban untuk memberitahukannya pada waktu persetujuan dibuat kepada ICSID Centre.  Pada kenyataannya Centre  tidak mempunyai pengetahuan yang akurat mengenai jumlah dan kandungan dari klausul-klausul yang disetujui mencakup investasi. Namun bukti persetujuan tertulis diwajibkan pada waktu permohonan untuk berarbitrase dibuat.

Persetujuan tertulis harus dibuat secara eksplisit dan tidak boleh semata-mata dikonstruksikan. Dalam Cable TV v. St. Kitts and Nevis, tergugat bukanlah suatu pihak terhadap perjanjian yang berisi klausul persetujuan. Penggugat mendalilkan bahwa persetujuan oleh Tergugat dapat dikonstruksikan dari diadakannya proses oleh  Attorney-General of St. Kitts and Nevis melawan Penggugat dalam pengadilan domestic dari Tergugat. Tujuan dari proses di pengadilan domestic adalah untuk mendapatkan penetapan sementara untuk menghentikan Penggugat dari meneruskan tagihannya sebelum penyelesaian sengketa melalui arbitrase ICSID. Majelis menyatakan bahwa referensi dalam dokumentasi pengadilan pada klausul ICSID dalam perjanjian adalah semata-mata pernyataan mengenai fakta dan tidak dimaksudkan persetujuan oleh setiap orang pada wewenang ICSID (Cable TV v. St. Kitts and Nevis, Award, 13 January 1997). Dalam praktek, persetujuan diberikan dalam satu dari tiga cara. Yang paling sering adalah klausul persetujuan dalam perjanjian langsung antara para pihak. Penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui ICSID yang dibuat dalam klausul yang umum adalah dalam kontrak antara Negara tuan rumah dengan investor. Cara lain dalam memberikan persetujuan untuk berarbitrase melalui ICSID adalah suatu ketentuan dalam perundang-undangan di Negara tuan rumah, kerapkali dalam perundang-undangan mengenai investasi. Dalam perundang-undangan yang demikian Negara yang mengundang investasi asing menawarkan penyelesaian sengketa melalui ICSID kepada investor asing dalam istilah-istilah yang umum. Banyak Negara yang mengundang investasi asing menawarkan hal yang demikian. Investor dapat menerima tawaran itu secara tertulis kapanpun sementara perundang-undangan dimaksud berlaku. Pada kenyataannya, penerimaan dapat dibuat secara sederhana dengan mengadakan proses, Metode ketiga adalah memberikan persetujuan pada jurisdiksi ICSID adalah melalui traktat antara Negara tuan rumah dan Negara asal dari investor yang terdapat dalam Bilateral Investment Treaties (BIT). Kebanyakan BIT berisi klausul yang menawarkan akses pada ICSID kepada warga dari salah satu pihak dalam treaty terrhadap pihak lain pada treaty tersebut.

Metode yang sama dilakukan sejumlah perjanjian kerjasama regional/multilateral seperti NAFTA dan the Energy Charter Treaty. Upaya-upaya untuk menciptakan suatu perjanjian multilateral secara global mengenai investasi yang akan meliputi klausul penyelesaian sengketa telah tidak menghasilkan persetujuan. Penawaran untuk persetujuan yang terdapat dalam traktat harus juga disempurnakan dengan penerimaan oleh investor.